Thursday, June 27, 2019

Adopsi = pancingan?

Salah satu saran yang paling menyebalkan yang saya terima selama masa-masa menanti keturunan adalah "Angkat anak aja..buat pancingan..". Mungkin ada orang yang setuju dengan ide atau prinsip ini. Tapi kalau saya sih 100% nggak setuju.

In a sense mungkin benar kalau mengadopsi anak itu bisa jadi "pancingan" agar pasangan tersebut akhirnya bisa memiliki anak kandung. Maksudnya..setelah mengadopsi anak, beban menanti keturunan jadi berkurang, stres menurun, ada anak yang jadi penghibur hati. Secara tidak langsung, hal-hal ini berkontribusi terhadap perbaikan kesuburan pasangan tersebut, sehingga bukan tidak mungkin akhirnya mereka akhirnya memiliki anak kandung.

Tapi mengadopsi untuk pancingan? Yang mau diadopsi itu anak manusia lho. Bukan cacing yang dipakai buat umpan saat mancing. Bukan benda mati. Masa manusia ciptaan Tuhan disamakan dengan umpan. Such a degrading term and way of thinking.

Cara pandang seperti ini yang membuat saya dulu sangat sangat sangat menolak ide adopsi. Padahal sebenarnya tidak ada yang salah dengan adopsi. Hal itu adalah perbuatan yang sangat mulia. And I adore people who do it out of love and compassion and willingness to share their love and family to others who need it. Di Amerika (dan mungkin negara-negara Barat lainnya), banyak pasangan yang sudah memiliki (banyak) anak, kemudian mengadopsi anak lagi, kadang beberapa orang. Banyak yang mengadopsi anak di luar ras mereka. Menurut saya mereka hebat. Saya ngurus anak 2 aja udah kelimpungan. Tapi mereka rela memberikan tenaga, kasih sayang, dan materi yang mereka miliki untuk orang lain yang tidak berhubungan darah dengan mereka. Dengan alasan apa? Love and compassion. Because they can and want to, and because those children need a family. Bukan buat pancingan.

Di Indonesia, anak adopsi terkadang (atau sering?) dipandang sebelah mata. Orang membicarakannya di belakang dengan nada berbisik, "Itu bukan anak kandung mereka, itu anak angkat.". Kenapa? Mungkin karena dalam persepsi kita, adopsi anak itu hanya untuk pancingan. That's why we talk about it behind closed doors, as if it's embarassing.

Waktu itu, saya mendapatkan saran tersebut dari seorang saudara dekat, saya memanggilnya tante. Di sebuah acara keluarga, kebetulan kami duduk bersebelahan. Tanpa pembicaraan pendahuluan, si tante bilang "Kalian angkat anak aja, tapi cewek ya. Buat pancingan.". Saya spontan menjawab "Ohh nggak tante, kami nggak ada pikiran ke sana". And after that silence...krik krik krik....