Monday, October 30, 2017

The First 3 Weeks of Pregnancy

Setelah terima hasil bHcg tanggal 22 Maret 2017, my pregnancy journey begins. Yang mendominasi adalah perasaan khawatir. Saya nggak merasa over the moon, atau excited, atau bersemangat. Yang ada pokoknya takut. Takut kalau kenapa-kenapa, takut kalau kehamilan ini nggak berlanjut, takut ini dan itu 😅.

Tanggal 24 Maret, saya cek AXA pertama kali, setelah 2 minggu suntik Lovenox 0,6IU setiap hari. Tes AXA ini dilakukan untuk tahu apakah dosis Lovenox yang saya gunakan sudah tepat atau perlu diturunkan/dinaikkan. Hasil AXA 0,84, atas perintah dokter dosisnya diturunkan jadi 0,4IU setiap hari. Lumayan..harga obat jadi lebih murah..dan ukuran jarumnya juga lebih kecil hehehe.

Tanggal 29 Maret saya konsultasi pertama kali, saya pilih dr. Arie Polim di RSIA Family. Dulu saya sudah pernah beberapa kali ketemu, tapi di Morula Menteng. Pas nunggu giliran, deg-degan luarrrr biasa..mikirin gimana hasil usg nanti...

Sama dr. Arie di-USG pakai USG Transvaginal. Hasilnya :
- Ada 2 gestational sac, masing-masing ukurannya 7 dan 12mm. Umurnya berdasarkan ukuran adalah 4w2d (muncul otomatis di mesin USG).
- Dokter bilang ini kembar tapi ada kemungkinan vanishing twin ya (salah satu janin tidak lanjut berkembang)..Bikin stres aja deh. Mana nggak diselamatin sama sekali..Terus disuruh suntik Pregnyl 2x semingu di ruang bersalin. This whole thing somehow made me felt like my pregnancy was in danger 😏.
- Disuruh cek bHCG dan Progesteron, terus diminta kontrol 2 minggu lagi.

Saya putuskan untuk menunda suntik Pregnyl, karena mau menunggu hasil bHcg dan Progesteron. Besoknya hasil keluar, bHCG 30.960,87; Progesteron 32,68. Karena hasilnya bagus, saya memutuskan untuk nggak suntik Pregnyl.

Tanggal 2 April malam tau-tau ada flek coklat tua waktu saya seka habis pipis. Duhhh rasanya takuuut, kepikiran macem-macem. Besoknya saya langsung ke dokter, kali ini pilih dr. Boy Abidin yang deket, di RS Mitra Keluarga Kelapa Gading.

Waktu masuk ruangan, dokter langsung nyapa saya dengan superrr ramah. Katanya apa kabarrr, sudah lama nggak ketemu (saya pernah konsul 2x di tahun 2014 atau 2015 yahh, sebelum IVF 3 deh pokoknya). Terus pas saya kasitau hamil, dokter nyelamatin dengan sumringah 😀. Habis itu saya di-usg, pertama usg abdominal, yang terlihat hanya 1 gestational sac (gs)/kantong kehamilan. Terus saya minta di-usg transvaginal (tv), tapi saya nggak ngasitau kalau saya sudah tahu janin saya kembar, hehehe. Dari usg tv, terlihat 2 kantong, dokter ngasi selamat lagi dengan lebih sumringah. Ukuran gs 18,6 dan 11,6 mm. Sudah terlihat titik putih di keduanya (fetal pole), dan fetal pole yang pertama terlihat kelap kelip (berdenyut).

Menurut dr. Boy, flek di trimester pertama itu normal, apalagi saya sebutkan fleknya warna coklat tua, yang artinya bukan darah segar.

Saya dikasi surat pengantar untuk cek lab
paket hamil yang terdiri dari :
- darah lengkap
- urin lengkap, hbsag
- toxoplasma dan rubella igm

Kontrol lagi 2 minggu dari sekarang untuk cek denyut jantung (17 April).

Tanggal 13 April, saya ke dokter lain, kali ini dr. Yuditia Purwosunu di RS Mitra Keluarga Kelapa Gading. Dokter ini obgyn sub spesialis fetomaternal.

Hasil usg abdominal :
- 2 gs, 6w4d
- gs1 : 13.6cm, crl 1.09cm, 165bpm
- gs2 : 10.1cm, crl 1.05cm, 150bpm

Dokter ini datar banget 😀. Intinya dokter cuma bilang :
- Viabilitas blm bs ditentukan saat ini
- Bayi yang sehat dari ibu yg sehat
- Darah itu dari hulunya (pas saya cerita kalau saya suntik Lovenox)

Saya disuruh cek lab Ferritin, CRP kuantitatif, vit d, dan urine lengkap.

Saturday, October 21, 2017

TTC Journey - Chap.3, 1st IVF

Tahun 2013, mulai cari-cari tempat buat IVF. Sesuai hasil cek sperma di Klinik Yasmin (RSCM Kencana), kami direkomendasikan untuk langsung IVF. Baik jumlah, morfologi, maupun pergerakan sperma sangat kurang. Dan upaya kami selama ini untuk berobat ke androlog tidak membawa perbaikan.

Kandidat pertama, Klinik Yasmin. Tapi saya agak kurang sreg dengan prosedur berobat di sana, capek nunggunya (seperti cerita di Chapter 1), ditambah lagi waktu itu dengar-dengar (belum pernah tanya langsung ke sana) biaya IVF di sana bisa mencapai 100 juta. Saat ini sih nggak segitu, malah biaya di sana menurut saya sekarang tergolong bersaing. Dan menurut info, prosedur berobatnya juga tidak lagi seperti dulu. Jadi boleh dicoba ya.. 😊

Kandidat kedua, klinik IVF paling nge-hits seantero Jakarta, Morula IVF - Menteng 😀. Di Morula, saya konsultasi dengan dr. Ivan Sini, dokter yang paling "OK" dan hits menurut review di internet.

Kandidat ketiga, RSIA Family. Di sana, IVF-nya ada di Family Fertility Center, jadi bukan daftar ke RSIA-nya ya. Gedungnya sih sama aja..gabung kok..Kami ikut seminar bayi tabung untuk awam yang diadakan RSIA Family. Selain itu, konsul juga ke sana. Ketemu dengan kepala program IVF, dr. Muchsin Jaffar (bukan obgyn ya..).

Kandidat keempat, RS Gading Pluit. Kami ikut seminar IVF juga, dan konsul dengan dr. Irsal Yan. Di RS Gading Pluit, saya sedikit nggak sreg karena ketika kami konsultasi ke sana, kami langsung dijadwalkan untuk inseminasi di siklus selanjutnya. Begitu keluar dari ruangan dokter, suster langsung kasi resep obat dan menjelaskan timeline inseminasi. Kenapa nggak sreg? Pertama, sepengetahuan saya jumlah dan kualitas sperma suami tidak memadai untuk dilakukan inseminasi. Kedua, dokter tidak menjelaskan kenapa kami langsung dijadwalkan untuk inseminasi, dan tidak menanyakan juga kesediaan kami 😅. Mungkin protokolnya memang begitu kali ya, inseminasi dulu baru nanti (kalau gagal) baru disarankan IVF.

Long story short, akhirnya kami memilih Morula, dokternya dr. Ivan.

Februari mulai screening test, stimulasi (suntik2), saya dikasi short protocol, pakai obat Gonal-F dosis 150iu per hari. Namun di hari-hari terakhir, dosis diturunkan karena respon badan saya terlalu berlebih, nilai estradiol melonjak tinggi. Singkat cerita, saya dapat 20 telur, tapi pada hari ke-3 embrio yang bertahan hanya 4. Dua embrio langsung ditransfer (fresh embryo transfer), 2 sisanya di-freeze.

Selama 2 minggu setelah ET (embryo transfer), saya bedrest di rumah. Basically cuma jalan di dalam rumah saja, itupun minim sekali. Mungkin karena tidak bergerak, di hari-hari terakhir saya jadi susah tidur, badan pegal dan ngilu-ngilu.

Kira-kira 1 atau 2 hari (sudah mulai lupa saking lamanya 😅) sebelum jadwal tes bHcg, saya flek kemerahan sepertimau mens. Waktu pertama lihat flek itu jantung saya rasanya mau copottt...lemeees banget. Langsung nangis deh, cerita ke suami. Di hari cek bHcg, diam-diam masih berharap. Waktu itu pagi-pagi kami ke Morula untuk ambil darah, hasilnya akan keluar kira-kira jam 2 siang. Saya dan suami makan siang di restoran, berusaha menyibukkan pikiran kami. Sampai akhirnya sms itu datang, isinya "bHcg < 1", and that's when our hopes & dreams tumbled down..

Kegagalan pertama. Sakit banget rasanya. Sepetinya semua tenaga hilang dari badan. Nggak ngerti mau mikir apa lagi, berharap apa lagi. IVF aja gagal..so what's next? Itu pikiran saya dulu...

Beberapa lama memulihkan hati dan mental, saya lalu konsultasi ke dr. Ivan. Maksud hati ingin mencari jawaban atas kegagalan IVF saya. Sedihnya, waktu saya masuk ruangan, dokter baru baca arsip saya secara cepat. Tadinya saya berharap, sudah ada semacam analisis atau review atas kegagalan saya, sehingga ketika konsultasi dokter bisa menjelaskan what went wrong. Saya hanya ingat 2 poin dari omongan dokter saat itu :
1. Kondisi hormon saya mungkin sudah tidak ideal (overstimulated), dokter menggunakan istilah "rahim yang terlaly matang", hal ini menyebabkan embrio tidak berhasil menempel di rahim.
2. Tidak perlu dipikirkan terlalu jauh, kita pikirkan saja rencana FET.

Waktu itu sih saya agak kecewa dengan "penjelasan" dokter. Terus terang, I expected something more. Tapi setelah lebih banyak ngerti tentang IVF, I think maybe there's nothing more to it. Yang bisa dilakukan adalah coba lagi, dan lagi, until you hit the jackpot.

Saat konsultasi itu, saya juga di-USG. Ternyata ovarium saya masih bengkak sisa dari OPU. Jadi dokter merevisi pernyataannya yang sebelumnya sudah sempat bilang saya bisa FET segera. Saya dianjurkan untuk menunggu dulu sampai ovarium saya normal kembali.