Saturday, October 21, 2017

TTC Journey - Chap.3, 1st IVF

Tahun 2013, mulai cari-cari tempat buat IVF. Sesuai hasil cek sperma di Klinik Yasmin (RSCM Kencana), kami direkomendasikan untuk langsung IVF. Baik jumlah, morfologi, maupun pergerakan sperma sangat kurang. Dan upaya kami selama ini untuk berobat ke androlog tidak membawa perbaikan.

Kandidat pertama, Klinik Yasmin. Tapi saya agak kurang sreg dengan prosedur berobat di sana, capek nunggunya (seperti cerita di Chapter 1), ditambah lagi waktu itu dengar-dengar (belum pernah tanya langsung ke sana) biaya IVF di sana bisa mencapai 100 juta. Saat ini sih nggak segitu, malah biaya di sana menurut saya sekarang tergolong bersaing. Dan menurut info, prosedur berobatnya juga tidak lagi seperti dulu. Jadi boleh dicoba ya.. 😊

Kandidat kedua, klinik IVF paling nge-hits seantero Jakarta, Morula IVF - Menteng 😀. Di Morula, saya konsultasi dengan dr. Ivan Sini, dokter yang paling "OK" dan hits menurut review di internet.

Kandidat ketiga, RSIA Family. Di sana, IVF-nya ada di Family Fertility Center, jadi bukan daftar ke RSIA-nya ya. Gedungnya sih sama aja..gabung kok..Kami ikut seminar bayi tabung untuk awam yang diadakan RSIA Family. Selain itu, konsul juga ke sana. Ketemu dengan kepala program IVF, dr. Muchsin Jaffar (bukan obgyn ya..).

Kandidat keempat, RS Gading Pluit. Kami ikut seminar IVF juga, dan konsul dengan dr. Irsal Yan. Di RS Gading Pluit, saya sedikit nggak sreg karena ketika kami konsultasi ke sana, kami langsung dijadwalkan untuk inseminasi di siklus selanjutnya. Begitu keluar dari ruangan dokter, suster langsung kasi resep obat dan menjelaskan timeline inseminasi. Kenapa nggak sreg? Pertama, sepengetahuan saya jumlah dan kualitas sperma suami tidak memadai untuk dilakukan inseminasi. Kedua, dokter tidak menjelaskan kenapa kami langsung dijadwalkan untuk inseminasi, dan tidak menanyakan juga kesediaan kami 😅. Mungkin protokolnya memang begitu kali ya, inseminasi dulu baru nanti (kalau gagal) baru disarankan IVF.

Long story short, akhirnya kami memilih Morula, dokternya dr. Ivan.

Februari mulai screening test, stimulasi (suntik2), saya dikasi short protocol, pakai obat Gonal-F dosis 150iu per hari. Namun di hari-hari terakhir, dosis diturunkan karena respon badan saya terlalu berlebih, nilai estradiol melonjak tinggi. Singkat cerita, saya dapat 20 telur, tapi pada hari ke-3 embrio yang bertahan hanya 4. Dua embrio langsung ditransfer (fresh embryo transfer), 2 sisanya di-freeze.

Selama 2 minggu setelah ET (embryo transfer), saya bedrest di rumah. Basically cuma jalan di dalam rumah saja, itupun minim sekali. Mungkin karena tidak bergerak, di hari-hari terakhir saya jadi susah tidur, badan pegal dan ngilu-ngilu.

Kira-kira 1 atau 2 hari (sudah mulai lupa saking lamanya 😅) sebelum jadwal tes bHcg, saya flek kemerahan sepertimau mens. Waktu pertama lihat flek itu jantung saya rasanya mau copottt...lemeees banget. Langsung nangis deh, cerita ke suami. Di hari cek bHcg, diam-diam masih berharap. Waktu itu pagi-pagi kami ke Morula untuk ambil darah, hasilnya akan keluar kira-kira jam 2 siang. Saya dan suami makan siang di restoran, berusaha menyibukkan pikiran kami. Sampai akhirnya sms itu datang, isinya "bHcg < 1", and that's when our hopes & dreams tumbled down..

Kegagalan pertama. Sakit banget rasanya. Sepetinya semua tenaga hilang dari badan. Nggak ngerti mau mikir apa lagi, berharap apa lagi. IVF aja gagal..so what's next? Itu pikiran saya dulu...

Beberapa lama memulihkan hati dan mental, saya lalu konsultasi ke dr. Ivan. Maksud hati ingin mencari jawaban atas kegagalan IVF saya. Sedihnya, waktu saya masuk ruangan, dokter baru baca arsip saya secara cepat. Tadinya saya berharap, sudah ada semacam analisis atau review atas kegagalan saya, sehingga ketika konsultasi dokter bisa menjelaskan what went wrong. Saya hanya ingat 2 poin dari omongan dokter saat itu :
1. Kondisi hormon saya mungkin sudah tidak ideal (overstimulated), dokter menggunakan istilah "rahim yang terlaly matang", hal ini menyebabkan embrio tidak berhasil menempel di rahim.
2. Tidak perlu dipikirkan terlalu jauh, kita pikirkan saja rencana FET.

Waktu itu sih saya agak kecewa dengan "penjelasan" dokter. Terus terang, I expected something more. Tapi setelah lebih banyak ngerti tentang IVF, I think maybe there's nothing more to it. Yang bisa dilakukan adalah coba lagi, dan lagi, until you hit the jackpot.

Saat konsultasi itu, saya juga di-USG. Ternyata ovarium saya masih bengkak sisa dari OPU. Jadi dokter merevisi pernyataannya yang sebelumnya sudah sempat bilang saya bisa FET segera. Saya dianjurkan untuk menunggu dulu sampai ovarium saya normal kembali.

3 comments:

  1. Hai... Saya Penasaran sama lanjutannya. Jujur, sedang kumpulin info2 nih saya.. Ada alamat email kah??

    ReplyDelete
    Replies
    1. halo maafff banget telat replynya. bisa ke rose2080@yahoo.com ya...

      Delete
    2. Sorii, emailnya yg bener rose2080@live.com.

      Delete