Ini adalah bagian pertama cerita eczema Emma. Simply because there are so much to tell about those times...
Saat lahir, kulit Emma normal-normal saja, seperti bayi pada umumnya.
Suatu hari di usia 1,5 bulan, muncul seperti whiteheads kecil-kecil di pipi dan leher. Waktu itu, saya habis makan pizza dan pasta yang banyak mengandung keju, saat itu saya pikir mungkin alergi.
Di sekitar usia 3,5 bulan, semakin jelas terlihat bintik-bintik merah di wajah, terutama di daerah pipi.
Karena curiga alergi dan saat itu Emma minum ASI, saya coba diet eliminasi. Tapi setelah sekian banyak makanan saya pantang, tetap saja Emma merah-merah. Sampai akhirnya saya cuma makan nasi dan daging sapi, sesekali dengan sayur bening dan kecap.
Setiap vaksin, saya selalu tanyakan masalah kulit Emma ke dokter, walaupun saat itu belum terasa terlalu mengganggu. Kata dokter, kulit Emma sensitif, jadi perlu penanganan khusus. Tidak boleh mandi air panas/hangat, tidak boleh pakai minyak telon dan sebagainya, tidak boleh terkena pewangi walaupun itu baby cologne dan sejenisnya, tidak boleh kena sinar matahari langsung, etc etc. Sejak saat itu, saya stop pakai lotion, parfum, atau apapun di badan saya karena pasti akan terpapar ke Emma, begitu juga dengan semua orang yang berdekatan dengan Emma. Setiap dokter yang kami temui menyarankan krim dan sabun yang berbeda-beda. Lactacyd, Cetaphil, Sebamed, Atopiclair, and so on. Semuanya nggak ada yang bikin ruam-ruamnya hilang.
Akhirnya, kami berkonsultasi dengan seorang dokter subspesialis alergi dan imunologi anak kenamaan di Jakarta, atas dasar rekomendasi dokter anak yang menangani Emma sejak lahir. Menurut dokter tersebut, Emma kemungkinan alergi, dan menyarankan untuk mengambil panel tes 55 alergen di Laboratorium Pramita, biayanya di atas 2 juta rupiah. Hasil lab semuanya negatif, saya kirimkan ke dokter via WA. Kami diminta datang konsultasi. Saat konsultasi, saya berikan kertas hasil lab kepada dokter, beliau baca, kemudian bilang bahwa tes menunjukkan Emma tidak ada alergi, karena hasil labnya negatif semua. Jadi, mulai saat ini saya tidak perlu pantang apapun. Lalu beliau memberikan selebaran berjudul "Hidup dengan alergi" dan menyarankan sabun Cetaphil dan Atopiclair cream dan lotion. Oke sip.
Singkat cerita, akhirnya saya berhenti ASI dan beralih ke susu formula (sufor). Awalnya saya kasi Enfamil, sufor yang saya gunakan sebelum Emma mulai full ASI, namun kemudian beralih ke Neocate LCP karena menurut seorang dokter gizi subspesialis anak yang saya datangi, gejala klinis/fisik berupa ruam-ruam menunjukkan bahwa patut dicurigai Emma alergi susu sapi. Susu ini harganya wowww namun memang yang paling aman bagi anak alergi susu sapi. Setelah beberapa minggu menggunakan Neocate LCP, pernah saya tanya ke dokter apakah boleh coba Nutramigen, dan dokter mengiyakan. Setelah minum Nutramigen, wajah Emma makin memerah, akhirnya kembali ke Neocate LCP.
Setelah sekian lama minum Neocate LCP, kulit Emma tidak membaik. Bintik merah, ruam, tetap muncul di sana sini. Kami coba obati sebisa kami, coba krim ABC sampai Z, eksperimen dengan home remedy seperti Apple Cider Vinegar, namun tetap tidak ada perubahan.
No comments:
Post a Comment